Senin, 11 Mei 2015

Terapi Kelompok

Fieky Fansuri (12512927)
3PA11



1.      Penjelasan lengkap tentang terapi kelompok

a.      Pengertian Terapi Kelompok
Menurut Barry Guze, Steven Richeimer, & Daniel. J. Siegel (1997) istilah terapi kelompok mencakup suatu rentang aktivitas yang luas, yang sama luas perbedaannya seperti pendekatan terapeutik yang dapat ditemukan dalam psikoterapi individual. Dalam pengertian yang paling umum, terapi kelompok termasuk setiap pengumpulan dari orang yang lazimnya bertemu secara teratur, biasanya dengan pemimpin yang terlatih, untuk menangani masalah psikologik atau pertumbuhan pribadi mereka.

b.     Cara melakukan terapi kelompok
Cara melakukan terapi kelompok yaitu mempertimbangkan bahwa sasaran utama terapis adalah mempermudah interaksi dan belajar subjek. Selanjutnya, ikuti apa yang dikatakan dan berusaha agar orang memberikan respons satu sama lain di sekitar masalah yang timbul. Dengan terjadinya keadaan berbagi persamaan dan perbedaan dalam pengalaman subjek, maka hal ini akan sangat membantu. Arahkan kembali komunikasi tak langsung dan buat lebih eksplisit dengan mendorong orang untuk mengekspresikan secara langsung apa yang subjek rasakan. Dengan mengikuti interaksi dalam kelompok, catatlah bagaimana masalah dimainkan kembali untuk berbagai anggota. Sekarang berikan dorongan bagi subjek untuk mencoba berbagai perilaku dan mengelola interaksi subjek secara lebih lengkap. Salah satu hal yang penting adalah memantau agar orang tidak merasa sendiri atau tidak didengarkan; hal ini merupakan fenomena utama dalam kelompok baru. Terutama jika orang mulai membuka dan berbgai sesuatu yang penting, jika kelompok mengabaikannya, hal ini dapat menimbulkan reaksi negatif dan pengamanan yang lebih besar. Kedudukan terapis bukan melakukan kerja kelompok tetapi mengajarkan mereka menjadi lebih terapeutik satu terhadap yang lainnya.

c.      Manfaat terapi kelompok
Terapi kelompok dapat menjadi terapi pilihan untuk orang yang masalahnya terutama antarpribadi dan yang tidak mengalami gangguan psikiatrik utama. Demikian pula, kelompok adalah baik untuk orang yang hanya memerlukan arena untuk dimana di dalamnya ia dapat mencoba perilaku yang baru dan mempraktekan keterampilan sosial yang baru. Suatu kelompok juga kemungkinan lebih baik daripada terapi perorangan untuk seseorang yang berisiko untuk membentuk suatu reaksi transferensi yang terfiksasi kuat atau ketergantungan yang terlalu kuat terhadap seorang terapis tertentu. Karena terapi perseorangan dan kelompok mempunyai manfaat yang berbeda, penyelesaian terbaik adalah melibatkan orang tersebut dalam keduanya. Dari perspektif tertentu, terapi perseorangan dapat dilihat sebagai suatu persiapan untuk terapi kelompok, dimana dalam suatu kelompok, orang tersebut telah belajar dalam terapi perseorangannya. Terapi perseorangan dapat membawa seseorang ke suatu titik dimana ia dapat berhubungan dengan cukup baik untuk masuk dalam suatu kelompok dan mempunyai suatu kegandrungan psikologik sehingga orang tersebut dapat mulai belajar dari pengalamannya sendiri.    

d.     Kasus-kasus yang diselesaikan dalam terapi kelompok
Irvin Yalom (dalam Barry Guze, Steven Richeimer, & Daniel. J. Siegel, 1997), dalam penulisan berwenang mengenai terapi kelompok, telah melaporkan 11 faktor yang menurut dia terlibat dalam efek terapeutik dari kelompok, adalah :
1)     Universalitas merujuk pada pasien yang mulai menyadari bahwa bukan ia sendiri yang mempunyai masalah, dan bahwa perjuangannya adalah dengan membagi atau sedikitnya dapat dimengerti dengan orang lain.
2)   Menanamkan harapan sebagian diperantarai dengan menemui yang lain yang dapat maju dengan masalahnya, dan dengan dukungan emosional yang dapat diberikan oleh kelompok.
3)  Pemasukan informasi dapat berkisar dari memberikan informasi tentang gangguan seseorang terhadap umpan balik langsung tentang perilaku orang dan pengaruhnya terhadap anggota kelompok lainnya.
4)   Altruisme dapat dialami karena anggota memberikan dukungan satu sama lain dan menyumbangkan ide mereka, bukan hanya menerima ide dari yang lainnya.
5)   Mungkin terdapat rekapitulasi korektif dari keluarga primer yang untuk kebanyakan pasien merupakan problematik. Baik terapis maupun anggota lainnya dapat menjadi resipien reaksi transferensi yang kemudian dapat dilakukan.
6)     Pengembangan keterampilan sosial lebih jauh dan kemampuan untuk menghubungkan dengan yang lainnya merupakan kemungkinan. Pasien dapat memperoleh umpan balik dan mempunyai kesempatan untuk belajar dan melatih cara baru berinteraksi.
7)    Identifikasi, perilaku imitatif, dan modeling dapat dihasilkan dari terapis atau anggota lainnya memberikan model peran yang baik.
8)  Pengalaman antar pribadi mencakup belajar pentingnya hubungan antarpribadi, bagaimana memperoleh hubungan yang lebih baik, dan mempunyai pengalaman memperbaiki hubungan yang baik.
9)   Kekohesifan kelompok dan kepemilikan dapat menjadi kekuatan dalam kehidupan seseorang. Bila terapi kelompok menimbulkan berkembangnya rasa kesatuan dan persatuan, terapi ini lebih dapat mempengaruhi pengalaman kelompok karena sesuatu yang mempunyai pengaruh kuat dan memberikan perasaan memiliki dan menerima.
10)Katarsis dan pembagian emosi yang kuat tidak hanya membantu mengurangi ketegangan emosi, tetapi menguatkan perasaan kedekatan dalam kelompok.
11) Faktor eksistensial, untuk Yalom, memasukkan berbagai kejadian yang merupakan intrinsik terhadap pertumbuhan seseorang, apa yang harus dilakukan dengan mengakui keterbatasan seseorang, keterbatasan lainnya, tanggung jawab terhadap diri seseorang, dan masalah kesepian serta kematian.  

e.       Cari dan rangkum satu contoh yang menggambarkan terapi kelompok
Contoh yang menggambarkan terapi kelompok adalah terdapat pada penderita skizofrenia. Salah satu gejala positif dari skizofrenia adalah halusinasi. Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Jika kondisi tersebut berlanjut akan membahayakan diri pasien, perawat, dan orang lain (Kusumawati dan Hartono, 2011).
Dalam kondisi seperti ini, harus dilakukan intervensi terhadap pasien untuk mengubah perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif. Pemberian intervensi yang diberikan salah satunya adalah pemberian terapi obat yang bertujuan untuk menolong mereka meningkatkan kesadaran tentang gejala yang mereka alami. Jenis obat yang sering diberikan pada penderita gangguan jiwa antara lain obat antidepresan, obat antipsikotik, obat anti-ansietas, obat antimanik, dan obat antiparkinson. Jenis obat ini diberikan setelah pasien makan dengan dosis yang sudah ditentukan. Dari jenis obat diatas jenis obat antipsikotik yang telah terbukti efektif untuk meredakan gejala skizofernia, memperpendek jangka waktu pasien di rumah sakit, dan mencegah kambuhnya penyakit. Salah satu obat antipsikotik yang efek sedatifnya paling kuat tetapi potensi antipsikotiknya rendah adalah chlorpromazine. Obat ini disebut “obat penenang utama” yang dapat menimbulkan rasa kantuk (mengantuk) dan kelesuan tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap. Efek samping obat biasanya mulai dirasakan oleh pasien sejak 8 jam setelah pemberian yang pertama (Atkinson, 1983).
Pada pasien yang masih menjalani rawat inap dan mendapatkan terapi obat, pasien berhenti minum obat karena mengalami efek samping obat yang tidak menyenangkan baik di rumah sakit maupun saat di rumah, berupa mulut kering, pandangan mengabur, sulit berkonsentrasi. Selain itu efek samping lain dari obat psikotik yang dirasakan pasien dapat membuat pasien merasa tidak bergairah untuk beraktifitas, sehingga tampak pasien banyak duduk dan tiduran di tempat tidur serta enggan melakukan perawatan diri. Pasien mempunyai penampilan kurang rapi, kulit berbau dan mau melaksanakan aktivitas perawatan diri dan aktivitas yang lain jika diperintah dan ditunggui oleh perawat. Pasien juga sering merasa letih atau lesu, mengantuk, malas-malasan mengikuti terapi dan kepala terasa sakit setelah minum obat (Widya, 2006).
Untuk mengatasi terjadinya penurunan efek samping obat dapat ditingkatkan dengan pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan terus menerus disertai dengan terapi modalitas seperti terapi aktivitas kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) memberikan hasil lebih besar terhadap perubahan perilaku pasien, meningkatkan perilaku adaptif serta mengurangi perilaku maladaptif. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Yosep, 2011).



DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, L. R., Atkinson, C. R., & Hilgard. R. E. (1983). Pengantar Psikologi (Alih bahasa Nurdjannah Taufiq) edisi 8. Jakarta : Erlangga

Guze, B., Richeimer,S., & Siegel, D.J. (1997). Buku Saku Psikiatri/editor bahasa Inggris (Alih bahasa R.F Maulany; editor, Melfiawati Setio) Jakarta : EGC

Kusumawati, F., & Hartono, Y. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.
Widya, R. S. (2006). Tanya Jawab Mengenai Kesehatan Jiwa (Cetakan I). Jakarta : Rumah Sakit Dr. Soehardjo Herdjan.

Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.