3PA11
1.
Penjelasan
lengkap tentang terapi kelompok
a. Pengertian
Terapi Kelompok
Menurut Barry Guze, Steven Richeimer, & Daniel.
J. Siegel (1997) istilah terapi kelompok mencakup suatu rentang aktivitas yang
luas, yang sama luas perbedaannya seperti pendekatan terapeutik yang dapat
ditemukan dalam psikoterapi individual. Dalam pengertian yang paling umum,
terapi kelompok termasuk setiap pengumpulan dari orang yang lazimnya bertemu
secara teratur, biasanya dengan pemimpin yang terlatih, untuk menangani masalah
psikologik atau pertumbuhan pribadi mereka.
b. Cara melakukan
terapi kelompok
Cara melakukan terapi kelompok yaitu mempertimbangkan
bahwa sasaran utama terapis adalah mempermudah interaksi dan belajar subjek. Selanjutnya,
ikuti apa yang dikatakan dan berusaha agar orang memberikan respons satu sama
lain di sekitar masalah yang timbul. Dengan terjadinya keadaan berbagi
persamaan dan perbedaan dalam pengalaman subjek, maka hal ini akan sangat membantu.
Arahkan kembali komunikasi tak langsung dan buat lebih eksplisit dengan
mendorong orang untuk mengekspresikan secara langsung apa yang subjek rasakan. Dengan
mengikuti interaksi dalam kelompok, catatlah bagaimana masalah dimainkan
kembali untuk berbagai anggota. Sekarang berikan dorongan bagi subjek untuk
mencoba berbagai perilaku dan mengelola interaksi subjek secara lebih lengkap. Salah
satu hal yang penting adalah memantau agar orang tidak merasa sendiri atau
tidak didengarkan; hal ini merupakan fenomena utama dalam kelompok baru. Terutama
jika orang mulai membuka dan berbgai sesuatu yang penting, jika kelompok
mengabaikannya, hal ini dapat menimbulkan reaksi negatif dan pengamanan yang
lebih besar. Kedudukan terapis bukan melakukan kerja kelompok tetapi
mengajarkan mereka menjadi lebih terapeutik satu terhadap yang lainnya.
c. Manfaat terapi
kelompok
Terapi kelompok dapat menjadi terapi pilihan untuk
orang yang masalahnya terutama antarpribadi dan yang tidak mengalami gangguan
psikiatrik utama. Demikian pula, kelompok adalah baik untuk orang yang hanya
memerlukan arena untuk dimana di dalamnya ia dapat mencoba perilaku yang baru
dan mempraktekan keterampilan sosial yang baru. Suatu kelompok juga kemungkinan
lebih baik daripada terapi perorangan untuk seseorang yang berisiko untuk membentuk
suatu reaksi transferensi yang terfiksasi kuat atau ketergantungan yang terlalu
kuat terhadap seorang terapis tertentu. Karena terapi perseorangan dan kelompok
mempunyai manfaat yang berbeda, penyelesaian terbaik adalah melibatkan orang
tersebut dalam keduanya. Dari perspektif tertentu, terapi perseorangan dapat
dilihat sebagai suatu persiapan untuk terapi kelompok, dimana dalam suatu
kelompok, orang tersebut telah belajar dalam terapi perseorangannya. Terapi perseorangan
dapat membawa seseorang ke suatu titik dimana ia dapat berhubungan dengan cukup
baik untuk masuk dalam suatu kelompok dan mempunyai suatu kegandrungan
psikologik sehingga orang tersebut dapat mulai belajar dari pengalamannya
sendiri.
d. Kasus-kasus yang
diselesaikan dalam terapi kelompok
Irvin Yalom (dalam Barry Guze, Steven Richeimer,
& Daniel. J. Siegel, 1997), dalam penulisan berwenang mengenai terapi
kelompok, telah melaporkan 11 faktor yang menurut dia terlibat dalam efek
terapeutik dari kelompok, adalah :
1) Universalitas
merujuk pada pasien yang mulai menyadari bahwa bukan ia sendiri yang mempunyai
masalah, dan bahwa perjuangannya adalah dengan membagi atau sedikitnya dapat
dimengerti dengan orang lain.
2) Menanamkan harapan
sebagian diperantarai dengan menemui yang lain yang dapat maju dengan
masalahnya, dan dengan dukungan emosional yang dapat diberikan oleh kelompok.
3) Pemasukan informasi
dapat berkisar dari memberikan informasi tentang gangguan seseorang terhadap
umpan balik langsung tentang perilaku orang dan pengaruhnya terhadap anggota
kelompok lainnya.
4) Altruisme dapat
dialami karena anggota memberikan dukungan satu sama lain dan menyumbangkan ide
mereka, bukan hanya menerima ide dari yang lainnya.
5) Mungkin terdapat
rekapitulasi korektif dari keluarga primer yang untuk kebanyakan pasien
merupakan problematik. Baik terapis maupun anggota lainnya dapat menjadi
resipien reaksi transferensi yang kemudian dapat dilakukan.
6) Pengembangan keterampilan
sosial lebih jauh dan kemampuan untuk menghubungkan dengan yang lainnya
merupakan kemungkinan. Pasien dapat memperoleh umpan balik dan mempunyai
kesempatan untuk belajar dan melatih cara baru berinteraksi.
7) Identifikasi,
perilaku imitatif, dan modeling dapat dihasilkan dari terapis atau anggota
lainnya memberikan model peran yang baik.
8) Pengalaman antar
pribadi mencakup belajar pentingnya hubungan antarpribadi, bagaimana memperoleh
hubungan yang lebih baik, dan mempunyai pengalaman memperbaiki hubungan yang
baik.
9) Kekohesifan
kelompok dan kepemilikan dapat menjadi kekuatan dalam kehidupan seseorang. Bila
terapi kelompok menimbulkan berkembangnya rasa kesatuan dan persatuan, terapi
ini lebih dapat mempengaruhi pengalaman kelompok karena sesuatu yang mempunyai
pengaruh kuat dan memberikan perasaan memiliki dan menerima.
10)Katarsis dan pembagian emosi yang kuat tidak hanya
membantu mengurangi ketegangan emosi, tetapi menguatkan perasaan kedekatan
dalam kelompok.
11) Faktor eksistensial, untuk Yalom, memasukkan
berbagai kejadian yang merupakan intrinsik terhadap pertumbuhan seseorang, apa
yang harus dilakukan dengan mengakui keterbatasan seseorang, keterbatasan
lainnya, tanggung jawab terhadap diri seseorang, dan masalah kesepian serta
kematian.
e.
Cari dan rangkum
satu contoh yang menggambarkan terapi kelompok
Contoh yang menggambarkan terapi kelompok adalah
terdapat pada penderita skizofrenia. Salah satu gejala positif dari skizofrenia
adalah halusinasi. Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata. Jika kondisi tersebut berlanjut akan membahayakan diri
pasien, perawat, dan orang lain (Kusumawati dan Hartono, 2011).
Dalam kondisi seperti ini, harus dilakukan
intervensi terhadap pasien untuk mengubah perilaku maladaptif menjadi perilaku
adaptif. Pemberian intervensi yang diberikan salah satunya adalah pemberian
terapi obat yang bertujuan untuk menolong mereka meningkatkan kesadaran tentang
gejala yang mereka alami. Jenis obat yang sering diberikan pada penderita
gangguan jiwa antara lain obat antidepresan, obat antipsikotik, obat
anti-ansietas, obat antimanik, dan obat antiparkinson. Jenis obat ini diberikan
setelah pasien makan dengan dosis yang sudah ditentukan. Dari jenis obat diatas
jenis obat antipsikotik yang telah terbukti efektif untuk meredakan gejala
skizofernia, memperpendek jangka waktu pasien di rumah sakit, dan mencegah
kambuhnya penyakit. Salah satu obat antipsikotik yang efek sedatifnya paling
kuat tetapi potensi antipsikotiknya rendah adalah chlorpromazine. Obat
ini disebut “obat penenang utama” yang dapat menimbulkan rasa kantuk (mengantuk)
dan kelesuan tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap. Efek samping obat
biasanya mulai dirasakan oleh pasien sejak 8 jam setelah pemberian yang pertama
(Atkinson, 1983).
Pada pasien yang masih menjalani rawat inap dan
mendapatkan terapi obat, pasien berhenti minum obat karena mengalami efek
samping obat yang tidak menyenangkan baik di rumah sakit maupun saat di rumah,
berupa mulut kering, pandangan mengabur, sulit berkonsentrasi. Selain itu efek
samping lain dari obat psikotik yang dirasakan pasien dapat membuat pasien
merasa tidak bergairah untuk beraktifitas, sehingga tampak pasien banyak duduk
dan tiduran di tempat tidur serta enggan melakukan perawatan diri. Pasien
mempunyai penampilan kurang rapi, kulit berbau dan mau melaksanakan aktivitas
perawatan diri dan aktivitas yang lain jika diperintah dan ditunggui oleh
perawat. Pasien juga sering merasa letih atau lesu, mengantuk, malas-malasan
mengikuti terapi dan kepala terasa sakit setelah minum obat (Widya, 2006).
Untuk mengatasi terjadinya penurunan efek samping
obat dapat ditingkatkan dengan pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif
dan terus menerus disertai dengan terapi modalitas seperti terapi aktivitas
kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) memberikan hasil lebih besar terhadap
perubahan perilaku pasien, meningkatkan perilaku adaptif serta mengurangi
perilaku maladaptif. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah suatu psikoterapi yang
dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain
yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas
kesehatan jiwa yang telah terlatih (Yosep, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, L.
R., Atkinson, C. R., & Hilgard. R. E. (1983). Pengantar Psikologi (Alih
bahasa Nurdjannah Taufiq) edisi 8. Jakarta : Erlangga
Guze, B.,
Richeimer,S., & Siegel, D.J. (1997). Buku
Saku Psikiatri/editor bahasa Inggris (Alih bahasa R.F Maulany; editor, Melfiawati
Setio) Jakarta : EGC
Kusumawati, F., & Hartono, Y.
(2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika.
Widya, R. S.
(2006). Tanya Jawab Mengenai Kesehatan Jiwa (Cetakan I). Jakarta : Rumah
Sakit Dr. Soehardjo Herdjan.
Yosep, Iyus. (2011). Keperawatan Jiwa.
Bandung : Refika Aditama.